Rabu, 17 Maret 2010

Upaya peningkatan motivasi belajar

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada observasi awal mengamati jalannya proses kegiatan belajar mengajar
di kelas VIII-B SMPN 8 Malang, yang berlangsung di ruang IPA 1 untuk
membahas materi pelajaran usaha dan energi. Setelah guru memberikan apersepsi,
siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok tanpa mempertimbangkan
aspek heterogenitas siswa. Kelompok dibentuk secara acak berdasarkan tempat
duduk yang terdekat saja. Siswa disuruh guru untuk membaca petunjuk
praktikum dalam buku LKS, tetapi siswa kurang serius dalam membacanya. Guru
selanjutnya menyuruh siswa untuk mengambil alat dan bahan praktikum yang
telah disediakan. Beberapa kelompok ternyata menerima alat dan bahannya tidak
lengkap.
Hasil dari wawancara dengan guru bidang studi IPA di kelas VIII-B SMP
Negeri 8 Malang menyatakan sependapat bahwa motivasi belajar fisika siswa
kelas VIII-B masih perlu ditingkatkan. Hal tersebut sesuai yang dialami guru pada
saat melakukan proses diskusi kelompok. Motivasi belajar fisika siswa di kelas
masih terlihat rendah dan kurang bergairah dalam mengikuti kegiatan diskusi
kelompok, hanya ada satu sampai dua kelompok yang terlihat antusias dalam
mengikuti pelajaran dari sepuluh kelompok yang ada. Aktivitas siswa dalam
kelompok kurang optimal, terlihat kegiatan kelompok hanya dikerjakan oleh satu
anggota. Hal tersebut juga tampak saat kelompok melakukan presentasi hasil
1
2
diskusi kelompok di depan kelas. Hanya ada dua dari empat siswa yang aktif
dalam presentasi kelas, sedangkan dua siswa yang lain hanya mengikut saja.
Pada saat siswa dalam diskusi kelompok tampak kurang adanya motivasi
belajar. Hal ini terlihat dari perhatian siswa tidak segera membaca petunjuk
pratikum. Siswa masih sering memperhatikan hal lain seperti memainkan alat-alat
pratikum, pensil, buku, dan berbicara dengan teman kelompok lain. Waktu belajar
siswa banyak yang terbuang percuma untuk kegiatan yang kurang bermanfaat.
Kegiatan diskusi kelompok kurang optimal, sebab semua anggota kurang terlibat
secara aktif dalam menyampaikan pendapat atau hasil pengamatan.
Motivasi belajar siswa juga dapat diamati dari kurang semangatnya siswa
melakukan kegiatan belajar. Siswa tampak canggung ketika hendak memulai
menggunakan alat-alat itu. Alat yang telah dibagikan pada tiap kelompok tidak
segera digunakan untuk melakukan praktikum. Juga tidak tampak adanya diskusi
antar anggota dalam suatu kelompok. Sebagian siswa justru menggunakan alatalat
itu pada fungsi yang tidak seharusnya. Dinamometer yang seharusnya
digunakan untuk mengukur berat beban yang tersedia, oleh siswa digunakan
untuk mengukur berat kotak pencil dan lain-lain. Dalam kondisi yang serba
kesulitan seperti itu tidak satu pun siswa yang bertanya kepada guru. Tidak
nampak adanya kerjasama antar anggota kelompok untuk mengatasi masalah
mereka. Satu atau dua siswa dalam tiap-tiap kelompok ada yang berusaha
mengatasi kesulitan itu dengan membolak-balik buku LKS-nya, sementara
anggota yang lain tampak acuh tak acuh. Praktikum itu berlangsung berlarut-larut
dan banyak membuang waktu. Akibatnya kegiatan mengangkat beban dengan
menggunakan dinamometer dan menggerakkannya dari lantai ke atas meja
3
berlangsung lebih dari satu jam pelajaran. Pada akhir pembelajaran banyak dari
kelompok kerja yang belum menyelesaikan tugasnya.
Berdasarkan fakta-fakta di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa
masalah pembelajaran di kelas VIII-B yang perlu segera dicari solusinya.
Masalah-masalah itu antara lain adalah masalah rendahnya motivasi belajar dan
masalah rendahnya penguasaan ketrampilan proses sains siswa. Dari dua masalah
yang nampak, dicoba dicari pemecahan masalah tentang motivasi belajar siswa
yang rendah. Indikasi kuat yang menunjukkan motivasi belajar siswa VIII -B
rendah adalah: (1) perhatian siswa dalam mengikuti pembelajaran masih kurang
dan perlu ditingkatkan, (2) waktu belajar belum mampu dimanfaatkan secara
optimal, (3) kerjasama antar anggota kelompok rendah, (4) antusias dalam diskusi
kelompok masih rendah, dan (5) penyelesaian tugas kelompok kurang tepat
waktu.
Sebenarnya guru mata pelajaran IPA kelas VIII-B di SMP Negeri 8
Malang telah berusaha mencoba menggunakan model pembelajaran kooperatif
agar siswa lebih aktif. Usaha tersebut diantaranya: pengamatan objek langsung,
diskusi kelompok mengerjakan LKS , menggunakan media yang ada di sekolah,
dan mengunakan metode tanya-jawab. Namun hasilnya belum dapat secara
menyeluruh meningkatkan secara optimal motivasi belajar fisika siswa pada
khususya. Guru belum secara optimal memberikan bimbingan pada saat diskusi
kelompok, kurang variasi dalam menggunakan media belajar, dan kurang
memberikan penghargaan pada kelompok yang berprestasi.
Masalah rendahnya motivasi belajar siswa di atas perlu segera adanya
solusi, maka diterapkannya model pembelajaran cooperatif tipe STAD (Student
4
Teams Achievement Devisions). Pembelajaran kooperatif ini menjadi pilihan
karena pembelajaran ini dirancang untuk meningkatkan motivasi belajar siswa,
karena kelas dirancang sedemikian rupa agar terjadi interaksi positif antar siswa
dalam kelompok. Model pembelajaran kooperatif juga memberikan pengalaman
sosial dalam lingkungan belajar yang dicirikan dengan prosedur demokrasi dan
ilmiah. Pembelajaran kooperatif yang digunakan dalam peneltian tindakan kelas
ini adalah tipe Student Team Achievement Division (STAD), karena tipe STAD
merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan guru pengajar
belum pernah menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD ini. Di samping itu
model pembelajaran kooperatif tipe STAD tidak hanya unggul dalam membantu
siswa memahami konsep-konsep sulit, tetapi juga sangat berguna untuk
menumbuhkan kemampuan interaksi antara guru dan siswa, meningkatkan kerja
sama, kreativitas, berpikir kritis serta ada kemauan membantu teman (Ibrahim,
2000). Pembelajaran yang mengembangkan diskusi dan kerja kelompok
memberikan aktivitas lebih banyak pada siswa. Pernyataan ini didukung pendapat
Nasution (2000 : 92), bahwa metode diskusi, kerja kelompok, pekerjaan di
perpustakaan dan laboratorium banyak membangkitkan aktivitas pada siswa.
Berdasarkan pernyataan tersebut di atas, maka dilakukan penelitian
tindakan kelas dengan judul “Upaya Peningkatkan Motivasi Belajar Fisika
Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD di Kelas VIII-B SMPN 8
Malang Semester II Tahun 2008/2009”.
B. Rumusan Masalah
5
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut.
1. Bagaimana penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD di kelas
VIII-B SMPN 8 Malang?
2. Bagaimana peningkatan motivasi belajar fisika siswa dalam Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD?
C. Tujuan Penelitian
D. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan motivasi belajar fisika
siswa kelas VIII-B SMPN 8 Malang pada semester genap tahun 2008/2009.
E. Manfaat Penelitian
F. Ruang Lingkup Penelitian dan Keterbatasan Masalah
G. Definisi Operasional
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Motivasi dalam Belajar
Motivasi memiliki beberapa fungsi dalam proses belajar siswa antara lain:
(1) mendorong manusia untuk berbuat, (2) menentukan arah perbuatan, yakni ke
arah tujuan yang hendak dicapai, (3) menyeleksi perbuatan, yakni menentukan
perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan
(Sardiman, 2008). Motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan
mencapai prestasi. Seorang siswa melakukan usaha belajar dengan sungguhsungguh
karena adanya motivasi. Adanya motivasi belajar yang baik dalam
belajar akan menunjukkan hasil yang baik pula.
Timbulnya motivasi pada diri siswa ditunjukkan dengan suatu tindakan
tertentu dalam belajar. Motivasi belajar yang ada pada diri seseorang memiliki
ciri-ciri antara lain: (a) tekun menghadapi tugas, (b) ulet dalam menghadapi
kesulitan, (c) menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah, (d) lebih
senang bekerja, (e) cepat bosan dengan hal-hal yang rutin, (f) dapat
mempertahankan pendapatnya, (g) tidak mudah melepas yang diyakini, (h) senang
mencari dan memecahkan masalah (Sardiman, 2008: 83).
Menurut Uno (2008:23) indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan
sebagai berikut: (1) adanya hasrat ingin berhasil, (2) adanya dorongan dan
kebutuhan dalam belajar, (3) adanya harapan dan cita-cita, (4) adanya
penghargaan dalam belajar, (5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, (6)
8
7
adanya lingkungan belajar yang kondusif. Apabila seseorang memiliki ciri-ciri
yang tersebut di atas, maka dikatakan telah memilki motivasi belajar yang sangat
baik.
Adanya motivasi belajar siswa dapat ditandai dengan 6 macam tingkah laku
atau dimensi (Louisell dan Descamps dalam Pudjo, 2008). Tingkah laku siswa
tersebut antara lain: (1) perhatian siswa selalu terfokus saat mengikuti pelajaran,
(2) siswa banyak menghabiskan waktunya untuk belajar, (3) usaha belajar siswa
sangat intensif banyak tenaga dan kemampuan untuk belajar, (4) merasa senang
saat mengikuti pelajaran atau situasi belajar, (5) melakukan kegiatan belajar di
luar jam pelajaran atau istirahat, (6) menyelesaiakan tugas belajar dengan baik.
Hakikat dari motivasi belajar adalah dorongan yang berasal dari dalam dan
luar diri siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan pada tingkah
laku dan keinginan untuk belajar lebih semangat lagi. Menurut Wahyuni (2008)
Indikator atau petunjuk yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi motivasi belajar
siswa adalah sebagai berikut: (a) adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil
dalam belajar, (b) adanya keinginan, semangat dan kebutuhan dalam belajar, (c)
memiliki harapan dan cita-cita masa depan, (d) adanya pemberian penghargaan
dalam proses belajar, dan (e) adanya lingkungan yang kondusif untuk belajar
dengan baik.
B. Motivasi Belajar Dalam Kelompok
Belajar secara kelompok merupakan strategi mengajar yang menyertakan
partisipasi anak dalam aktivitas kelompok kecil yang mengembangkan interaksi
8
positif. Pemikiran ini menjadikan alasan untuk menggunakan strategi belajar
secara kooperatif di kelas-kelas, cara menerapkan strategi, dan keuntungan jangka
panjang bagi pendidikan anak. Pada kegiatan belajar kelompok ini siswa betulbetul
dituntut perhatiannya kepada pelajaran, karena mereka harus mengkait--
kaitkan materi pelajaran dan berusaha membeberkan atau mencetuskan
pendapatnya sendiri.
Ditinjau dari proses berfikir yang dilakukan oleh peserta didik, diduga
pengajaran dengan menggunakan metode diskusi kelompok lebih sesuai bagi
siswa yang bermotivasi rendah. Pada metode mengajar ini keaktifan belajar siswa
banyak mendapat bantuan dari rekan kelompok, pemimpin kelompok dan guru.
Selama dalam penelitian ini, diskusi kelompok sebaiknya terus dipantau oleh
guru. Pemantauan dan bimbingan selama dalam diskusi bertujuan
meminimalkan terjadinya deviasi diskusi. Di samping itu, agar interaksi
sesama siswa dapat berjalan lebih baik, alokasi waktu diberikan secara lebih
luas.
Kegunaan metode pembelajaran dengan diskusi kelompok akan
menumbuhkan motivasi belajar siswa antara lain: (a) membangkitkan pelajaran
untuk mampu hidup dan belajar secara kelompok, (b) membangkitkan daya kerja
sama, (c) menumbuhkan sifat kerja bersama dalam mencari dan memecahkan
masalah, (d) membangkitkan rasa ingin tahu. Ketika anak-anak mulai
mengerjakan tugas, kerja sama dapat memberikan kesempatan untuk membagi
ide, belajar bagaimana mengerti pikiran orang lain dan memberi reaksi terhadap
masalah, serta mempraktekkan keterampilan bahasa lisan dalam kelompok kecil.
Belajar secara koperatif sejak permulaan masa kanak-kanak dapat
9
mengembangkan perasaan positif terhadap sekolah, guru dan teman sebaya.
Perasaan-perasaan ini menjadi dasar penting untuk keberhasilan selanjutnya di
sekolah.
Motivasi anak untuk belajar di sekolah bergantung pada kebutuhan
psikologi dasar mereka untuk bersosialisasi. Belajar secara koperatif
meningkatkan motivasi siswa untuk memberikan dukungan kepada teman sebaya.
Sebagai bagian dari tim belajar, siswa dapat mencapai keberhasilan dengan cara
kerja sama yang baik dengan teman- temannya. Siswa juga didorong mempelajari
bahan-bahan secara lebih mendalam dari hal yang telah dipelajari, dan
memikirkan cara kreatif untuk meyakinkan guru bahwa mereka telah menguasai
bahan yang dibutuhkan.
Pada belajar tingkat ini, perhatian guru adalah mengajar anak untuk
berbagi pengalaman, berbuat baik, dan menunjukkan kelembutan tingkah laku
kepada orang lain. Aktivitas yang tersusun yang mengembangkan kerja sama
dapat membantu membawa hasil yang lebih baik. Satu dari banyak penelitian
yang konsisten memperlihatkan bahwa aktivitas belajar secara kooperatif
meningkatkan hubungan anak-anak dengan teman sebaya, khususnya mereka
yang memiliki perbedaan sosial dan suku bangsa. Sebagai catatan, tambahan hasil
positifnya adalah, belajar secara koperatif mengembangkan motivasi siswa,
mendorong proses kelompok, mengembangkan interaksi sosial dan akademik
diantara siswa, dan hadiah bagi kelompok yang berhasil. Anak-anak bertambah
baik tingkah laku dan kehadirannya, serta senang bersekolah, adalah beberapa
keuntungan belajar secara kooperatif (Slavin, 1987).
10
C. Peningkatkan Motivasi Belajar Fisika
Menurut Mulyasa (2006:267-268) terdapat beberapa prinsip yang dapat
diterapkan untuk meningkatkan motivasi siswa, diantaranya: (1) siswa akan
belajar lebih giat apabila kompetensi dasar yang dipelajari menarik, dan berguna
bagi dirinya, (2) kompetensi dasar harus disusun dangan jelas dan diinformasikan
kepada siswa sehingga mereka mengetahui dengan jelas. Siswa juga dapat
dilibatkan dalam menyusun indikator kompetensi, (3) siswa harus selalu diberi
tahu tentang hasil belajar dan pembentukan kompetensi pada dirinya, (4)
pemberian pujian dan hadiah lebih baik daripada hukuman, namun sewaktu-waktu
hukuman juga diperlukan, (5) memanfaatkan sikap-sikap, cita-cita dan rasa ingin
tahu siswa, (6) usahakan untuk memperhatikan perbedaan individu siswa,
misalnya perbedaan kemampuan, latar belakang dan sikap terhadap sekolah atau
subyek tertentu, dan (7) usahakan untuk memenuhi kebutuhan siswa dengan jalan
memperhatikan kondisi fisiknya, memberikan rasa aman, menunjukkan bahwa
guru memperhatikan mereka, mengatur pengalaman belajar ke arah keberhasilan,
sehingga mencapai prestasi dan mempunyai kepercayaan diri.
Peningkatan kecakapan sosial yang berupa motivasi belajar adalah
perubahan ke arah yang lebih baik sehingga timbul dorongan mental yang
menggerakkan dan mengarahkan perilaku belajar siswa. Peningkatan kecakapan
sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peningkatan kecakapan sosial
yang ditimbulkan sebagai akibat dari penerapan pembelajaran dengan pendekatan
konstruktivis berbasis praktikun dan diskusi dalam proses pembelajaran.
11
Peningkatan motivasi belajar siswa dapat terlihat dari tingkah laku saat
proses belajar mengajar. Louisell dan Descams (dalam Pudjo,2008) mengajukan
sepuluh cara yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa: (1) memberikan
tugas yang menantang, (2) mengurangi penekanan belajar pada tes penilaian, (3)
memberi bantuan tetapi tidak overaktif, 4) mengubah motivasi ekstrinsik menjadi
intrinsik, (5) memberi hadiah, (6) menaruh harapan tinggi pada semua siswa, (7)
memberitahukan hasil belajar, (8) mempromosikan keberhasilan untuk semua
anggota kelas, (9) meningkatkan persepsi siswa sebagai kontrol, dan (10)
mengubah struktur tujuan penghargaan kelas.
Siswa beserta guru dalam belajar fisika hendaknya mengetahui hakikat
IPA yang meliputi: (a) rasa ingin tahu dari fenomena alam, (b) prosedur
pemecahan masalah melalui metode ilmiah, (c) produk berupa fakta, prinsip, dan
hukum, (d) aplikasi penerapan metode ilmiah. Siswa yang memiliki rasa ingin
tahu yang tinggi akan mendorong mempercepat pemecahan masalah dan
menghasilkan produk sesuai yang diharapkan.
Sebagai guru fisika hendaknya mampu menumbuhkan motivasi belajar
siswa dalam proses belajar mengajar. Upaya tersebut dapat berpedoman pada
prinsip-prinsip kebermaknaan, menarik, partisipasi serta melibatkan siswa, dan
kondisi yang menyenangkan.
Motivasi belajar fisika siswa dapat dilihat dari kegiatan siswa selama
proses pembelajaran kooperatif tipe STAD. Adapun aspek motivasi yang diukur
didasarkan pada 6 macam tingkah laku yang menandai adanya peningkatan
motivasi belajar fisika siswa yaitu: (1) peningkatan perhatian siswa dalam belajar
12
fisika, (2) peningkatan penggunaan waktu belajar, (3) peningkatan kerjasama
dalam kelompok belajar, (4) peningkatan perasaan atau ekspresi dalam belajar
fisika, (5) peningkatan ketekunan dalam mengerjakan tugas, (6) peningkatan
kemampuan ketepatan menyelesaikan tugas.
D. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement
Division)
Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini dikembangkan oleh Slavin dan
teman-temanya yang berorientasi pada belajar kelompok, menyajikan informasi
secara sederhana, kelompok beranggotakan 4 atau 5 orang yang heterogen.
Menurut Slavin (1995) pembelajaran kooperatif merupakan kumpulan suatu
prosedur insruksional di mana siswa bekerja dalam suatu kelompok yang
mempunyai kemampuan belajar yang beragam untuk mencapai tujuan yang sama.
Sedangkan menurut Julianto (2000: 4) pembelajaran kooperatif adalah kegiatan
belajar dalam kelompok-kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama untuk
sampai pada pengalaman belajar optimal, baik pengalaman individu maupun
kelompok. Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat dikatakan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menuntut keaktifan siswa
dalam kegiatan pembelajaran secara kelompok guna mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.
Ketrampilan siswa dalam diskusi dan komunikasi dikembangkan dalam
model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Tujuan yang diharapkan agar siswa
saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan
pendapat, saling memberikan kesempatan menyalurkan kemampuan, saling
13
membantu dalam belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri
maupun teman.
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD menekankan adanya kerjasama
antar siswa dalam kelompoknya untuk tujuan belajar. Setiap kelompok hendaknya
memiliki anggota 4-5 orang yang beragam terdiri dari laki-laki dan perempuan,
berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai
ulangan sebelumnya. Skor awal ini dapat berubah setelah mengetahui hasil kuis
yang dikerjakan siswa. Secara individual setiap pertemuan pembelajaran siswa
diberi kuis pertanyaan isian. Kuis itu diskor dan tiap siswa diberi skor
perkembangan (Ibrahim, 2000). Pengetesan pembelajaran kooperatif tipe STAD,
guru meminta siswa menjawab kuis tentang bahan pelajaran. Butir-butir tes pada
kuis ini dapat berupa jenis tes tertulis (paper-and-pencil), sehingga butir-butir itu
dapat diskor di kelas atau segera setelah tes itu diberikan. Laporan atau presensi
kelompok dapat digunakan sebagai salah satu dasar evaluasi dan siswa hendaknya
diberi penghargaan perannya secara individual dan hasil kolektif.
Menurut Trianto (2007: 54) penghargaan atas keberhasilan kelompok
dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan tahapan-tahapan:
a. Menghitung Skor Individu
Skor ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar perkembangan
belajar siswa. Aturan memperoleh skor menurut Slavin (dalam Trianto, 2007)
dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini.
14
Tabel 2.2 Kriteria Pemberian Skor Perkembangan Individu
Perolehan Skor Tes
Skor Perkembangan
Individu
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal
10 poin di bawah sampai 1 di bawah skor awal
0 poin sampai 10 poin di atas skor awal
Lebih dari 10 poin di atas skor awal
0 poin
10 poin
20 poin
30 poin
(Sumber Slavin, 1995)
b. Menghitung Skor Kelompok
Skor kelompok dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan
anggota kelompok. Adapun caranya yaitu dengan menjumlahkan semua skor
perkembangan yang diperoleh anggota kelompok dibagi dengan jumlah anggota
kelompok. Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan kelompok diperoleh
kategori skor kelompok seperti pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Tingkat Penghargaan Kelompok
Rata-rata Poin Predikat
³ 7,5
7,6 - 15,0
15,1 - 22,5
22,6 - 30
GENERAL TEAMS
GOOD TEAMS
THE BEST TEAMS
EXCELLENT TEAMS
(Sumber Slavin, 1995)
c. Pemberian Pengakuan Kelompok
15
Setelah masing-masing memperoleh predikat, guru memberikan
penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai predikatnya. Pengakuan
dari guru merupakan salah satu cara untuk memberikan motivasi kepada siswa
untuk melakukan kompetisi yang positif.
E. Hubungan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan
Peningkatan Motivasi Belajar Fisika dalam Kelompok
Kemampuan berpikir kritis diperlukan dalam belajar fisika yaitu peka
terhadap suatu masalah dan mampu mencoba untuk memecahkan masalah
tersebut. Kegiatan belajar secara berkelompok akan memberikan keuntungan baik
pada siswa kelompok bawah dan siswa kelompok atas. Siswa kelompok atas akan
menjadi tutor sebaya bagi siswa kelompok bawah yang memiliki orientasi dan
bahasa yang sama. Hal ini siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan
akademiknya karena memberikan tutorial yang membutuhkan pemikiran yang
lebih mendalam.
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD mengharapkan setiap siswa
terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran. Keterlibatan siswa dalam proses
pembelajaran akan menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa. Pengakuan dalam
kelompok kerja akan diwujudkan dengan aktifitas yang sungguh-sungguh dan
penuh rasa tanggungjawab. Aktifitas belajar yang demikian diharapkan dapat
dilakukan oleh setiap anggota kelompok sehingga akan menghasilkan proses
belajar yang berkualitas. Hal inilah yang diharapkan pada pelaksanaan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu munculnya motivasi dari dalam diri
siswa yang disebut sebagai motivasi intrinsik.
16
BAB III : METODE PENELITIAN
BAB IV : PAPARAN DATA PENELITIAN DAN REFLEKSI
BAB V : PEMBAHASAN
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut.
1. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD di kelas VIII-B
SMPN 8 Malang pada mata pelajaran fisika telah terlaksana 100 % . Hal itu
ditunjukkan adanya interaksi antara guru dan siswa telah berjalan dengan baik
pada fase guru menyajikan materi dan motivasi. Siswa tampak antusias dalam
melakukan eksperimen maupun kegiatan diskusi kelompok. Guru telah
mampu melaksanakan fase-fase pada model kooperatif tipe STAD dengan
baik, sehingga siswa mampu beraktifitas belajar sesuai yang diharapkan.
Fungsi guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran telah mampu
memberikan motivasi siswa untuk melakukan aktifitas belajar mengamati,
berkomunikasi, menganalisis, bekerjasama, dan mengambil kesimpulan.
17
2. Peningkatan motivasi belajar fisika siswa kelas VIII-B dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD secara klasikal mengalami peningkatan
rata-rata sebesar 6,0% selama proses pembelajaran siklus I dan Siklus II. Hal
tersebut terlihat adanya peningkatan dari beberapa indikator: (a) siswa
memperhatikan pada saat guru memberikan informasi dan motivasi, (b) siswa
telah banyak melakukan kegiatan belajar daripada bermain-main, (c)
kerjasama kelompok sudah terlihat saat eksperimen, (d) siswa tampak lebih
senang dan segera mengambil alat dalam kegiatan eksperimen, e) siswa
mampu menjawab pertanyaan dalam LKS dan kuis, dan (f) siswa mampu
menyelesaikan tugas tepat waktu.
B. Saran
Berdasarkan dari kesimpulan, peneliti menyampaikan saran terkait dengan
hasil pembelajaran ini sebagai berikut.
1. Dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD hendaknya
memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) hiterogenitas kemampuan dan
jenis kelamin dalam kelompok, (2) pengelolaan waktu yang baik, sehingga
proses pembelajaran berjalan dengan baik, (3) disiplin waktu dalam
mengerjakan diskusi/eksperimen , dan (4) persiapan yang lebih baik dalam
membuat kuis.
2. Untuk mencapai hasil belajar yang diharapkan , kegiatan belajar hendaknya
sejalan dengan motivasi belajar siswa.
3. Keinginan atau dorongan untuk belajar siswa perlu terus ditingkatkan, sebab
tanpa motivasi kegiatan belajar mengajar sulit untuk berhasil.
68
18
4. Hendaknya guru terus berusaha berupaya untuk menumbuhkan motivasi
belajar siswa dengan penggunaan berbagai media belajar yang relevan.
5. Penerapan pembelajaran model konstruktivis memerlukan waktu yang lebih
lama, sehingga hendaknya guru mempersiapkan rencana pembelajaran dengan
baik.
DAFTAR RUJUKAN
Dahar, RW dan Liliasari, 1986. Interaksi Belajar Mengajar IPA. Jakarta.
Universitas Terbuka Jakarta.
Ibrahim, M., dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press.
Latief, Wahyuni. 2008. Meningkatkan Motivasi Belajar. Education For All.
Masitah, dan Nur, M. 1998. Teori-Teori Perkembangan Sosial dan
Perkembangan Moral. Surabaya. Program Pascasarjana IKIP Surabaya.
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Berbasis Kompetensi.Bandung. Rosdakarya
Nur, M. 2003. Buku Panduan Ketrampilan Proses Dan Hakekat Sains.
Surabaya: Universty Press.
Prayitno, E. 1989. Motivasi dalam Belajar. Jakarta: Ditjen P2PLPTK.
Sardiman, A.M. 2008. Interaksi & Motivasi belajar Mengajar. Jakarta.PT Raja
Grafindo Persada Jakarta.
Saukah, Ali dkk.2007. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang. Penerbit
Universitas negeri Malang.
Slavin, Robert E. 2008. Cooperative Learning. Teori, Riset dan Praktik
(Terjemahan Nurulita). London: Allymand Bacon, 2005.(Buku asli
diterbitkan tahun 2005)
Soeharto, Karti dkk. Teknologi Pembelajaran. Surabaya: Surabaya Intellectual
Club.
Susanto, P. 2008. Strategi Dasar Mengajar. Belum Dipublikasikan
19
Sri Sulistyorini, 1998. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada
Mata Pelajaran IPA. Edukasi Edisi 3 Tahun X IKIP Semarang hal
1-14.
Susilo, Herawati dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Sarana
Pengembangan Keprofesionalan Guru dan Calon Guru. Malang:
Bayumedia Publising.
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Malang: Prestasi Pustaka Publisher.
Uno, Hamzah B, 2007.Teori Motivasi & Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.
Usman, Uzer. 1995. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Winkel WS, 1991. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta : PT.
Gramedia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar